Pengalaman Menulis (Bagian : Awal Mula masuk KIR)
KIR adalah Karya
Ilmiah Remaja yang dulu pernah saya ikuti, berawal dari pemilihan ekstrakurikuler
yang wajib diikuti semasa saya SMA dulu. Saya adalah siswa biasa-biasa saja tanpa
keahlian khusus. Saya ga jago olahraga, ga jago seni, bukan anak olimpiade dan
bukan anak pramuka, bahkan bisa dikatakan saya standar-standar saja. Tidak ada
yang menonjol dalam diri saya ini.
Ketika tingkat 2
di Sekolah Menengah Atas ini, saya diwajibkan mengikuti 1 ekstrakurikuler. Karena
nilai tersebut akan di input dalam muatan lokal di rapor. Bayangin saja
saya harus memilih dari sekian banyak ekstrakurikuler yang ada. Akhirnya saya
memutuskan masuk KIR (Karena saya ditolak di ekstrakurikuler yang lain karena penuh,
wkwk). Ketika masuk ekstrakurikuler tersebut diisi oleh banyak banget siswa,
yap Cuma saya duank cowonya dan sisa lainya 4 cewe. Ruangan terasa sangat sunyi
dan sepi, bingung mau bersosialisasi bagaimana soalnya sepi dan posisi ruangan
KIR berada di pojok, jauh dari ekstrakurikuler lainya.
Jangan kalian
kira saya masuk KIR karena saya jago/suka menulis, saya malah jarang menulis. Ya
mentok-mentok nulis buat tugas sekolah duank. Hari pertama masuk KIR adalah
hari terberat bagi idup saya dan rasanya ingin pindah aja. Hari pertama guru
mengumumkan suatu hal yang penting. Provinsi Sumatera Barat akan mengadakan
LPIR (Lomba Penelitian Ilmiah Remaja) dan hadiahnya dari pemenang tersebut akan
dimasukkan ke seleksi OPSI (Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia di Jakarta).
Buset hari pertama langsung disuruh ikut lomba, makin-makin dah saya pingin mengajukan
pindah ke ekskul lainya. Dan hasilnya, ya permohonan pemindahan ke eskul lain
saya ditolak. Karena alasan ekskul KIR kekurangan orang. Ya apes bangetlah.
Selang beberapa
lama, tibalah pelatihan resmi LPIR yang diadakan di SMP 5 Kota Solok. Masing-masing
SMA dikota Solok mengutus 2 Tim dari sekolahnya. Sewaktu mengikuti LPIR melihat
persiapan dari SMA lain membuat saya minder, bayangkan mereka sudah siap dengan
ide-ide mereka, sedangkan saya belum ada ide sama sekali. Tutor LPIR ini adalah
salah satu dosen di Universitas Negri Padang. Beliau mengatakan “seorang
peneliti yang baik adalah peneliti yang selalu memikirkan solusi atas
permasalahan yang ada disekitarnya”. Hal tersebut memotivasi saya, pada
hari kedua pelatihan saya dengan rekan satu tim saya masih belum memiliki ide. Sementara
tim dari utusan yang berasal dari satu sekolahan yang sama aja mereka udah
menemukan ide. Kalo ga salah ide mereka membuat sebuah mesin cuci manual, yang
bisa digerakan tanpa adanya daya hantar listrik sama sekali. Beh keren banget
ide mereka.
Kemudian tutor
tersebut memberikan saran. Coba kalian cari apa permasalahan yang ada sekarang
dan coba kalian pikirkan kira-kira alternatif apa yang bisa menggantikan barang
tersebut, tanpa harus menghilangkan fungsinya. Hmm hal tersebut justru membuat
saya makin pusing, kira-kira permasalahan sekarang apa ya ?. Tapi saya pernah liat di televisi bahwa
banyak warga yang mengeluhkan soal harga kebutuhan pokok terutama daging
semakin lama semakin mahal. Wah muncul lah ide membuat sebuah dendeng alternatif
nih. Tapi penggantinya apa ya. Kemudian teman satu tim saya mengatakan coba aja
pake ubi ungu. Ya kebetulan waktu itu lagi marak-maraknya ubi ungu di pasar. Jadi
kami menggunakan ide tersebut menjadi penelitian kami. Ditambah lagi guru pendamping
di sekolah menyarankan sebuah judul “Dendeng Alternatif dari Si Ungu”.
Komentar
Posting Komentar